Membangun Ibadah Bulan Ramadhan


Membangun Ibadah Bulan Ramadhan

MEMBANGUN IBADAH BULAN RAMADHAN DI TENGAH PANDEMI COVID-19

Oleh: L. Fadli Muhamad, S.Ag., MM.
(Wakil Rektor Institut Bisnis Muhammadiyah Bekasi)

Corona Virus Disease 2019 yang disingkat Covid-19 merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh SARS CoV-2. Covid-19, yang saat ini menjadi pandemi di seluruh dunia, menular dari manusia ke manusia yang terinfeksi. Bahkan Corona Virus bisa menempel pada tempat atau benda yang berdekatan dengan pasien positif corona. Menurut World Healt Organization (WHO), sebagian besar orang yang terinfeksi Covid-19 akan mengalami penyakit pernapasan ringan hingga sedang dan sembuh tanpa memerlukan perawatan khusus. Orang yang usianya lebih tua, dan mereka yang memiliki masalah medis mendasar seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, penyakit pernapasan kronis, dan kanker lebih mungkin mendapatkan penyakit yang lebih serius bahkan sampai kepada kematian.
Berawal dari Negeri Tirai Bambu China, Covid-19 ini menyebar. Menurut laporan South China Morning Post, pada tanggal 17 November 2019, pihak berwenang China mengidentifikasi sedikitnya 266 orang terinfeksi Novel Corona Virus. Dokter di China baru menyadari mereka sedang menghadapi penyakit baru ini pada akhir Desember 2019. Seorang Pasien berusia 55 tahun dari Provinsi Hubei menjadi orang pertama yang terinfeksi Covid-19. WHO mengkonfirmasi kasus pertama Covid-19 di China pada 8 Desember 2019. Dalam jurnal medis The Lancet dari para dokter China di Rumah Sakit Jinyintan di Kota Wuhan, tanggal infeksi pertama yang diketahui pada 1 Desember 2019. Kini, Covid-19 menjadi pandemi di seluruh dunia, terkonfirmasi sampai dengan tanggal 26 April 2020, 2,931,923 orang di Dunia Terinfeksi Covid-19, tersebar di 210 negara dan wilayah serta 2 kapal pesiar internasional (sumber: https://tirto.id/e7vJ).

Karantina dan PSBB

Di Indonesia, kasus pertama Covid-19 menimpa dua orang warga Kota Depok, Jawa Barat sebagaimana diumumkan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 2 Maret 2020 di Istana Kepresidenan, Jakarta. Dua orang dimaksud adalah seorang ibu berusia 64 tahun dan putrinya berusia 31 tahun. Keduanya diduga tertular Covid-19 setelah kontak dengan warga Negara Jepang yang berkunjung ke Indonesia. Sejak itu, jumlah Orang Dalam Pengawasan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), dan Positif Covid-19 terus meningkat. Terkonfirmasi seorang Pejabat Negara (Menteri Perhubungan) dan beberapa Kepala Daerah (Bupati Kab. Karawang dan 3 orang kepala dinasnya, Walikota Bogor, dan Wakil Walikota Bandung), dinyatakan Positif Covid-19. Sampai dengan tanggal 26 April 2020, penyebaran Covid-19 di Indonesia tercatat 8.882 kasus positif, dengan 7.032 dirawat, 743 meninggal, dan 1.107 sembuh (sumber: http://www.covid19.go.id).

Sebagai respon terhadap pandemi Covid-19, beberapa daerah telah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta memberlakukan PSBB pada tanggal 1 s.d 23 April 2020 yang kemudian diperpanjang hingga 12 Mei 2020. Selain DKI Jakarta, kota-kota di Provinsi Jawa Barat dan Banten, terutama kota-kota penyangga ibukota pun turut memberlakukan PSBB, masing-masing dimulai tanggal 15 dan 18 April 2020. Bahkan pada bulan Maret 2020, beberapa kota di Provinsi Jawa Tengah pun melakukan lockdown lokal.

Sebelum pemberlakuan PSBB, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan kota-kota penyangga ibukota telah menerapkan Social Distancing yang kemudian berganti menjadi Physical Distancing secara serentak pada tanggal 14 dan 16 Maret 2020. Social distancing yaitu menganjurkan orang sehat untuk membatasi kunjungan ke tempat ramai dan kontak langsung dengan orang lain. Bentuk penerapan social distancing itu berupa bekerja dari rumah (Work from Home), belajar di rumah secara online bagi siswa dan mahasiswa, dan lain-lain. Dengan demikian, berbagai aktivitas masyarakat disaat pandemi Covid-19 disarankan untuk dilakukan di rumah termasuk beribadah.

Karantina Perintah Rasulullah SAW

Sejak tanggal 5 Maret 2020 Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia menutup Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Mesir pun menutup masjid dan bahkan mengubah redaksi adzan hayya ‘alash shalaah (mari melaksanakan shalat) menjadi ala shallu fi buyutikum (hendaklah kalian melaksanakan salat di rumah-rumah kalian). Masjid al-Azhar yang biasanya dipadati oleh warga Mesir dan para mahasiswa dari berbagai penjuru dunia pun turut ditutup untuk mencegah penyebaran Covid-19. Masjid yang selama ini menjadi tempat salat berjamaah dan forum-forum pendidikan keagamaan itu harus mengikuti protokol kesehatan yang menyatakan perlunya pembatasan sosial (social distancing).

Penerapan social distancing atau karantina pada masa wabah dalam sejarah Islam pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Wabah yang cukup dikenal saat itu adalah pes dan lepra. Disaat wabah seperti itu, Rasulullah SAW pun melarang umatnya memasuki daerah yang terkena wabah dan jika daerah yang kita tempati terkena wabah, maka kita dilarang meninggalkan tempat yang terkena wabah itu. Sabda beliau: “Tha’un (wabah penyakit menular) adalah suatu peringatan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk menguji hamba-hamba-Nya dari kalangan manusia. Maka apabila kamu mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari daripadanya.” (H.R. Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid). Karantina seperti ini merupakan metode yang diperintahkan Rasulullah SAW untuk mencegah penyebaran wabah ke wilayah lain yang lebih luas.

Selain itu, berkaitan dengan beribadah di rumah ketika menghadapi situasi darurat juga pernah diperintahkan oleh Rasulullah SAW kepada umatnya. Ketika hujan pada siang hari di hari Jum’at, Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk shalat di rumah. Hal ini diabadikan dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, yang artinya:

“Dari Abdullah bin Abbas dia mengatakan kepada muadzinnya ketika turun hujan (pada siang hari Jum’at), jika engkau telah mengucapkan: “Asyhadu an laa ilaaha illallaah, asyhadu anna Muhammadan Rasulullah,” maka janganlah kamu mengucapkan “Hayya alash shalaah,” namun ucapkanlah: “shalluu fii buyuutikum” (shalatlah kalian di persinggahan kalian). Abdullah bin Abbas berkata; “Ternyata orang-orang sepertinya tidak menyetujui hal ini, lalu ia berkata; “Apakah kalian merasa heran terhadap ini kesemua? Padahal yang demikian pernah dilakukan oleh orang yang lebih baik dariku (maksudnya Rasulullah SAW). Shalat Jum’at memang wajib, namun aku tidak suka jika harus membuat kalian keluar sehingga kalian berjalan di lumpur dan comberan.” (H.R. Bukhari dan Muslim dari Abdullah ibn Abbas).

Hadist di atas, secara tegas mengingatkan kepada umat Islam bahwa Rasulullah SAW telah mengajarkan bagaimana cara menghadapi situasi darurat yang disebabkan oleh wabah dan melaksanakan shalat di rumah ketika menghadapi situasi darurat. Situasi darurat oleh wabah saat ini tengah dihapadi oleh seluruh manusia di muka bumi, termasuk umat Islam.

Predikat Taqwa Tujuan Akhirnya

Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 183 berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (Q.S. Al-Baqarah : 183). Tahun ini, Puasa Ramadhan hadir di tengah suasana yang berbeda dari biasanya. Setidaknya beberapa aktivitas di bulan Ramadhan seperti: ifthor jama’i (buka puasa bersama), shalat fardhu, tadarus al-qur’an, shalat tarawih dan i’tikaf di masjid, pada tahun ini tidak bisa dilaksanakan. Hal itu seiring dengan kebijakan pemerintah, beberapa waktu lalu, yang menerapkan karantina dan PSBB kepada semua masyarakat, terutama di wilayah ibukota Jakarta dan sekitarnya, untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19.

Bulan Ramadhan tahun ini, masyarakat muslim di tanah air dan di negara-negara lainnya, melakukan aktivitas ibadahnya di rumah. Meski demikian, sesungguhnya hal ini merupakan kesempatan bagi umat Islam untuk lebih meningkatkan kualitas ibadah puasanya dan lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT serta agar menjadi hamba yang bertaqwa sebagai tujuan Puasa Ramadhan dapat diraih.

Dalam tafsir Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir karya Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, dikatakan: ramadhan merupakan madrasah taqwa, perhatikanlah bagaimana kata taqwa disebutkan di awal ayat dan di akhir ayat diantara ayat-ayat puasa. Hal itu karena puasa menjadi salah satu hal yang paling agung untuk mewujudkan ketaqwaan dalam diri seorang hamba, maka hendaklah kita melihat bagaimana pengaruh puasa terhadap ketaqwaan kita kepada Allah SWT.

Tanda orang yang bertaqwa ditegaskan oleh Allah SWT dalam firmannya pada surat Al-Baqarah ayat 1-5: “Alif Laam Miim. Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, melaksanakan salat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, dan mereka yang beriman kepada (Al-Qur’an) yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelum engkau, dan mereka yakin akan adanya akhirat. Merekalah yang mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung” (Q.S. Al-Baqarah : 1 – 5)

Dari firman Allah SWT tersebut, ada tujuh tanda orang bertaqwa yaitu: 1) orang yang takut kepada Allah SWT dan selalu mengharapkan rahmat-Nya; 2) menjadikan Al-Qur’an sebagai petunjuk dalam hidupnya; 3) meyakini bahwa hal yang ghaib itu ada walaupun mereka tidak pernah melihatnya; 4) senantiasa berusaha menyempurnakan dan menegakkan shalatnya; 5) rizki yang pada hakikatnya adalah pemberian dari Allah SWT akan selalu dinafkahkan sebagiannya karena mencari ridha dari Allah; 6) mengimani seluruh apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam dan apa yang diturunkan kepada rasul-rasul alaihis salam sebelum Nabi Muhammad SAW; dan 7) orang yang bertakwa sangatlah yakin dengan keberadaan hari akhir

Untuk mencapai predikat taqwa setelah berpuasa di bulan Ramadhan dengan suasana prihatin yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 sesungguhnya terbuka lebar buat umat Islam di seluruh dunia. Setidaknya beberapa perbuatan negatif yang bisa membatalkan pahala Puasa Ramadhan, baik yang disengaja maupun tidak disengaja melakukannya pada bulan Ramadhan saat keadaan normal, bisa dihindari. Salah satu perbuatan seperti itu adalah riya’. Riya’ merupakan perbuatan memperlihatkan sekaligus memperbagus suatu amal ibadah dengan tujuan agar diperhatikan dan mendapat pujian dari orang lain. Termasuk dalam perbuatan riya’ adalah meniatkan ibadah selain kepada Allah SWT

Selain itu, saat kita tidak bisa melaksanakan ibadah secara berjamaah di masjid seperti hari-hari tanpa wabah pandemi Covid-19, manfaatkan keberadaan kita di rumah untuk membangun ibadah seperti di masjid dalam rumah kita bersama orang-orang tercinta. Laksanakan shalat fardhu, tadarus Al-Qur’an, shalat tarawih, dan bahkan i’tikaf secara berjamaah bersama seluruh anggota keluarga kita. Jika ini bisa kita lakukan selama Ramadhan tahun ini, niscaya kita mampu menjaga nilai-nilai ibadah ramadhan kita. Dan predikat orang yang bertaqwa bisa kita raih. Wallahu a’lam bish-shawabi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *